Sejarah Desa Sumita
2.1. Legenda dan Sejarah Desa
Kerajaan Bali merupakan salah satu kerajaan yang terletak di pulau kecil yang tidak jauh dari pulau Jawa. Walaupun tidak banyak yang tahu tentang keberadaan kerajaan Bali, yang pasti adalah kerajaan Bedahulu merupakan kerajaan awal yang muncul di Bali. kerajaan ini berpusat di Bedulu, Pejeng, Gianyar. Dalam perjalanan kerajaan Bali, banyak sekalai melahirkan raja-raja yang besar. Salah satu raja yang terkenal adalah Sri Kesari Warmadewa yang terdapat dalam prasasti Banjong, Sanur. Sampai akhirnya pemerintahan di pegang oleh Bhatara Sri Astasura Ratna Bhumi Banten yang disebut dalam prasasti Petapan Langgahan tahun 1337 M. Selain itu ada pula sebuah patung yang di simpan di pura Tegeh Koripan termasuk Desa Kintamani. Pada bagian belakang patung itu ada tulisan yang sangat rusak keadaannya. Bagian yang masih dapat dibaca pada baris kedelapan berbunyi : Astasura Ratna Bhumi Banten diduga adalah arah perwujudan dari raja Sri Astasura Ratna Bhumi Banten.
Baginda mengangkat seorang mangkubumi yang gagah perkasa bernama Ki Pasunggrigis, yang tinggal di desa Tengkulak. Sebagai pembantunya di angkat Ki Kebo Iwa alias Kebo Taruna yang tinggal di desa Blahbatuh, para menterinya disebut Krian Girikmana tinggal di Desa Loring Giri (Buleleng), Krian Ambiak tinggal di Desa Jimbaran, Krian Tutur Tunjung tinggal di Desa Tenganan. Sedangkan Krian Buahan tinggal di Desa Batur, Krian Tunjung Biru tinggal di Desa Tianyar, Krian Kopang tinggal di Desa Seraya, dan Walungsingkal tinggal di Desa Taro.
Di dalam kitab Negara Kertagamayang gubah oleh pujangga Prapanca yaitu nyanyian 49 bait 4 disebut seorang raja Bali yang murka dan hina kemudian dikalahkan oleh bala tentara Majapahit. Nyanyian 49 bait 4 menyebutkan sbb: “Muah ring sekabdesu mesaksi nabi ikang bali nathanya dussila niccha dinon ing bala bhrasta sakweh nasa ars salwiri dusta mangdoh wisastha”. Artinya : selanjutnya pada saka 1265 raja Bali yang jahat dan nista diperangi oleh tentara Majapahit dan semua binasa, takutlah semua pendurhaka pergi menjauh.
Sebenarnya apa yanag dituliskan oleh Prapanca itu tidak benar, karena raja Astasura adalah raja yang gagah berani, dan juga sangat adil saat memerintah serta juga raja yang menginginkan Bali sejajar dengan kedudukan kerajaan Majapahit, sehingga kerajaan Bali tidak mau tunduk dengan kerajaan Majapahit. Karena itulah, beliau raja astasura juga disebut dengan paduka Bhatara Sri Astasura Ratna Bhumi Banten yang berarti : beliau sang raja ibarat delapan dewa kesaktiannya sebagai permatanya pulau Bali. selain itu, dalam tradisi Bali sering juga disebut dengan nama Dalem Bedahulu yang berarti kepala yang berbeda. Hal ini menunjukan bahwa raja raja tidak mau tunduk kepada pemerintah Majapahit. Jadi, apa yang ditulis oleh Prapanca tersebut itu dikarenakan raja Bali tidak mau tunduk terhadap kerajaan Majapahit.
Ekspedisi Patih Gajah Mada ke Bali
Sebelum Gajah Mada menyerang kerajaan Bali, terlebih dahulu ia berminat menyingkirkan Kebo Iwa sebagai orang yang kuat dan sakti pada waktu itu. Karena sudah mengetahui kesaktian Kebo Iwa, maka Gajah Mada memilih jalan tipu muslihat untuk membunuhnya. Tipu muslihatnya yaitu raja putri Tri Bhuana Tunggadewi mengutus Gajah Mada ke Bali dengan membawa surat yang isinya seakan raja Majapahit menginginkan persahabatan dengan kerajaan Bali. Andaikata raja Bedahulu sependapat dengan isi surat tersebut, maka beliau hendaknya mengirimkan patih Kebo Iwa ke Majapahit dan akan dikawinkan dengan putri cantik dari Lembah Tulis sebagai pertanda persahabatan. Karena raja Bedahulu tidak curiga sedikitpun bahwa ini adalah tipuan, maka beliau mengutus patih Kebo Iwa ke Majapahit bersama patih Gajah Mada. Setelah samapi di Majapahit, Kebo Iwa dibunih oleh Gajah Mada. Tetapi beberapa cerita masyarakat Bali menyebutkan bahwa Kebo Iwa tidak mati semudah itu. Masyarakat menyebutkan Gajah Mada berkehendak menjalankan tipu muslihatnya. Dia menyuruh Kebo Iwa membantu masyarakat yang dilanda kekeringan dengan menggali sumber mata air. Setelah dirasa cukup dalam oleh Gajah Mada, maka Gajag Mada menyuruh pasukannya agar mengubur sumur tersebut dengan batu sehingga Kebo Iwa ikut terkubur dan meninggal dalam sumur itu. Tetapi batu yang dipakai mengubur tersebut terlempar kembali keluar dan muncul sosok Kebo Iwa dari dalam sumur itu, Gajah Mada pun terkejut dan terjadi perang tanding antara keduanya. Sekian lama perang itu berlangsung tidak ada juga yang kalah maupun menang, Kebo Iwa akhirnya memberi tahu kepada Gajah Mada cara membunuhnya. Sebeb saat perang Kebo Iwa berpikir akan hal mulia yang akan dilakukan Gajah Mada yaitu mempersatukan Nusantara dengan sumpah Palawanya. Setelah Kebo Iwa tewas, maha Patih Gajah Mada berencana menyerang Bali.
Disisi lain, mendengan berita tewasnya Kebo Iwa, raja Bedahulu menyuruh amangkubhumi Ki Pasunggrigis menggantikan posisi Kebo Iwa mengorganisir pasukan. Terjadilah ekspedisi Gajah Mada ke Bali pada tahun 1343 dengan Candrasangkala Caka Isu Rasaksi Nabhi (anak panah, rasa, mata, pusat). pasukan Majapahit dipimpin oleh Gajah Mada sendiri bersama panglima Arya Damar dibantu oleh beberapa Arya. Demikianlah Bedahulu dikepung dari segala jurusan dan terjadilah pertempuran yang hebat. Pertempuran yang hebat itu menimbulkan korban yang sangat besar pada kedua belah pihak. Begitupun putra baginda yang bernama Pangeran Madatama gugur dalam perang tersebut. Kehilangan putra tercinta itu menyebabkan raja Bedahulu Astasura bersedih hati akhirnya sebab utama beliau wafat. Sisa-sisa laskae Bedahulu dibawah Pasunggrigis masih tetap melawan lascar MajapahitGajah Mada akhirnya dapat menahan Ki Pasunggrigis sendiri akhirnya wafat tahun 1357 di Sumbawa dalam tugas menumpas pembrontakan raja Dedela Nata terhadap Majapahit. Akhirnya Ki Pasunggrigis dan Dedela Nata sama-sama gugur dalam perang tanding. Sehingga akhirnya terjadi kekosongan kekuasaan yang ada di Bali, setelah meninggalnya Ki Pasunggrigis.
Dinasti Sri Kresna Kepakisan
Setelah jatuhnya kerajaan Bedahulu, maka terjadi kekosongan kepemimpinan di daerah Bali dan sering terjadi perselisihan antara pasukan Majapahit dengan desa Bali Aga. Sehingga patih Ulung bersama keluarganya Arya Pemacekan dan Arya Kepassekan memberanikan diri menghadap ke Majapahit untuk menyampaikan keadaan yang terjadi di Bali. setelah mereka samapi di Majapahit, mereka disambut langsung oleh Gajah Mada. Setelah perundingan yang terjadi, terpikirkan oleh Gajah Mada untuk mencaeri tokoh yang masih ada hubungan dengan daha, tetapi kesetiaannya tidak diragukan terhadap Majapahit. Setelah dirundingkan dengan raja putri diangkatlah putra terkecil dari Mpu Kepakisan yang bernama: Mpu Kresna Kepakisan (Sri Kresna Kepakisan) seorang keluarga Brahmana yang berasal dari Daha (Kediri). Dengan pengangkatan ini maka terlihat dari perubahan namanya Mpu menunjukan brahmana berubah menjadi Sri menunjukan ksatria.
Beliau diangkat menjadi raja pada tahun caka 1274 (yogan muni rwan ring bhuana) atau tahun 1352 M, namanya sering pula disebut DALEM WAWU RAWUH. Dalem Tegal Besung pusat kerajaan yang dipilih Desa Samprangan (sekarang Samplangan), karena ekspedisi Gajah Mada, Samprangan mempunyai arti historis yaitu : sebagai perkemahan Gajah Mada serta mengatur strategi untuk menyerang Bedahulu. Dalam kenyataan menunjukan bahwa jarak Desa Bedahulu ke Samprangan hanya kurang lebih 5 Km. Beliau diajarkan tentang kepemimpinan oleh Gajah Mada dan dilengkapi dengan pakaian kebesaran kadipatyan, alat-alat upacara selengkapnya, serta keris Si Ganja Dungkul dan sebilah tombak Si Olang Guguh. Dalam menjalankan pemerintahannya di Bali beliau di bantu oleh beberapa orang Arya yang terdiri dari Arya Daha maupun Arya dari Majapahit yang kesetiannya terhadap Majapahit tidak diragukan. Para Arya tersebut diantaranya adalah : Krian Kuta Waringin di Gelgel. Arya Kenceng di Tabanan. Arya Tan Wikan di Desa Kaba-Kaba. Arya Dlancan di Kapal. Arya Sentong di Carangsari. Arya Kenuruhan di Tangkas. Krian Punta di Mambal. Arya Jerudeh di Temuki. Krian Tumenggung di Patemon. Arya Pamacekan di Bondalem. Arya Beleteng di Pacung. Sedangkan sebagai patih agung adalah Arya Kepakisan keturunan dari Sri Airlangga yang memerintah di Jawa Timur tahun 1019-1042 M.
Semasa pemerintahan Sri Kresna Kepakisan di Samprangan diwarnai juga dengan pembrontakan dari desa-desa asli Bali Aga. Atas pemberontakan yang terus menerus maka Ida Dalem merasa sangat sedih dan merasa tidak sanggup memimpin di Bali. akan tetapi Gajah Mada tidak memperkenankan Ida Dalem menyerah, dan memberikan Ida Dalem saran dalam mengatasi perselisihan dan menciptakan keamanan serta ketertiban di Bali dengan cara:
- Dalam mengatasi kekacauan hendaknya jangan selalu menggunakan kekuatan senjata, tetapi berikan contoh-contoh yang baik laksana asta bratha dan sad guna.
- Perhatikan kelanjutan pelaksanaan agama dan upacara pada kahyangan di Bali.
- Mengadakan kerjasama dengan keturunan raja-raja di Bali Kuna yang masih ada disegani oleh rakyatnya.
Dalam persidangan itu pula maka patih Gajah Mada mewisuda putra Ki Pasunggrigis yaitu : Sri Pasung Giri sebagai menteri muda kerajaan dengan gelas Arya Pasung Giri. Selanjutnya maha patih Gajah Mada menganugrahkan sebilah keris yang amat bertuah untuk memegang pemerintahan kepada Dalem Sri Kresna Kepakisan yang terkenal bernama :SI LOBAR.
Desa Sumita
Setelah keadaan sudah mulai kondusif Sri Kresna Kepakisan melebarkan sayap pemerintahannya dari Samprangan ke Utara yang sekarang disebut dengan desa Suwat yang asal mulanya berasal dari kata SUWAR ULUNG (Suwat Mulung) yang berarti sinar jatuh yang mempunyai makna sangat identik dan mempunyai arti yaitu : ada kecerahan, kedamaian, kesejukan, keharmonisan, ketentraman yang muncul dalam menata kehidupan. Lama-kelamaan Suwat Mulung itu menjadi 2 desa, yaitu : desa Suwat dan desa Sumita. Nama Desa Sumita sendiri muncul di Zaman Kerajaan Bali, Pada jaman kerajaan Bali berdasarkan penyampaian para orang tua ( Pendahulu ). Itu terbukti dari adanya sebuah batu yang berisi telapak kaki di campuan desa Sumita. Itu diyakini oleh masyarakat bahwa telapak kaki tersebut adalah telapak kaki Kebo Iwa. Desa Sumita berasal dari 2 kata, yakni Su yang artinya Baik, dsan Mita berarti Prilaku. Sumita adalah tingkah laku yang baik.sehingga Desa Sumita tergolong Desa yang selalu taat pada ketentuan-ketentuan yang baik yang bersumber pada kebenaran. Dengan menunjukan prilaku baik sampai saat sekarang Desa Sumita selalu menjaga kondisi Desa dalam keadaan aman terkendali yang mengacu pada Tri Hita Karana.
Desa Sumita terdiri dari 6 Tempek, serta beberapa soroh sebagai penduduk asli, Tempek yang dimaksud :
- Tempek Melayang yang berlokasi diujung Utara Desa, yang konon asal mulanya di Piasa.
- Tempek Siih, Pindahan Piasa.
- Tempek Tengah
- Tempek Pande
- Tempek Sema
- Tempek Mulung
Adapun Sorohan yang dimaksud ;
- Soroh Pande.
- Soroh Pasek.
- Soroh Pulasari.
- Para arya, yang masing – masing memiliki kayangan di samping kayangan Tiga sebagai kayangan pokok.
Demikian sedikit ulasan sejarah desa Sumita mudah-mudahan dapat berkenan dan bermanfaat sebagai gambaran/ pemikiran dalam menata pelaksanaan pembangunan yang ada di desa Sumita
Kirim Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui Admin